Beranda | Artikel
Seputar Thawaf, Sunnah Raml, Serta Hukum Mengusap Hajar Aswad dan Rukun Yamani
Rabu, 28 Juni 2023

Apa saja yang dilakukan ketika thawaf? Bagaimana hukum mengusap hingga mencium Hajar Aswad dan Rukun Yamani?

 

 

 

Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani

 

كِتَابُ اَلْحَجِّ

Kitab Haji

بَابُ صِفَةِ اَلْحَجِّ وَدُخُولِ مَكَّةَ

Bab Sifat Haji dan Masuk Makkah

 

Hadits #747

وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: { أَنَّهُ كَانَ يُقَبِّلُ اَلْحَجَرَ اَلْأَسْوَدَ وَيَسْجُدُ عَلَيْهِ } رَوَاهُ اَلْحَاكِمُ مَرْفُوعًا, وَالْبَيْهَقِيُّ مَوْقُوفًا

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia pernah mencium Hajar Aswad dan meletakkan dahi padanya. (Diriwayatkan oleh Al-Hakim dengan marfu’ dan Al-Baihaqi dengan mawquf). [HR. Hakim, 1:455. Al-Hakim mengatakan bahwa hadits ini sanadnya sahih, tetapi tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim. Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan bahwa hadits ini hasan. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Syafii, 1:550, Al-Baihaqi, 5:75, haditsnya mawquf merupakan perkataan Ibnu ‘Abbas. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’, 4:311. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan mengatakan bahwa hadits ini mawquf, hanya sampai pada perkataan sahabat].

 

Faedah hadits

  1. Hadits ini menjadi dalil disunnahkannya mencium Hajar Aswad ketika memulai thawaf dan ketika dekat dengan Hajar Aswad di pertengahan thawaf jika itu memudahkan.
  2. Sujud pada Hajar Aswad dengan cara meletakkan jidat dan hidup pada batu tersebut disunnahkan. Namun, lafaz yang lebih tepat adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium dan menyentuh Hajar Aswad. Para ulama mengkritisi sujud pada Hajar Aswad dengan mengatakan itu adalah hal bid’ah, sebagaimana dikatakan oleh Imam Malik. Berbagai kitab ulama Malikiyyah mengatakan bahwa hal itu makruh. Sedangkan ulama Hambali menyatakan sujud pada Hajar Aswad itu boleh sebagaimana pernah dilakukan oleh Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhum. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan sendiri menyatakan sujud hanya dibolehkan, tidak disunnahkan. Pernyataan bid’ah dalam hal sujud ini tidaklah tepat karena Ibnu ‘Abbas pernah melakukannya. Wallahu a’lam.

 

Faedah hadits dari Fiqh Bulugh Al-Maram

  1. Disunnahkan menciu Hajar Aswad secara perlahan, tanpa keluar suara.
  2. Jika keadaan begitu padat sehingga sulit untuk mencium dan sujud pada Hajar Aswad, maka cukup istilaam (yaitu menyentuh Hajar Aswad dengan tangan), lalu mencium tangan tadi. Jika tidak mampu menyentuh Hajar Aswad dengan tangan, maka cukup beri isyarat dengan tangan. Kemudian mencium tangan setelah istilaam (namun, sebagian ulama tidak menganjurkan jika isyarat setelah itu mencium tangan). Anjurannya adalah mendahulukan istilaam, lalu mencium Hajar Aswad.
  3. Wanita tidaklah disunnahkan mencium Hajar Aswad kecuali jika keadaan sepi dari orang yang thawaf seperti pada malam hari atau waktu lainnya. Karena jika wanita mencium Hajar Aswad, itu dapat memudaratkan dirinya, juga memudaratkan para pria. Namun, saat ini sudah ada polisi atau penjaga yang memberikan jalan kepada para wanita untuk mencium Hajar Aswad.
  4. Ada kesunnahan pula untuk melakukan istilaam pada rukun Yamani (yaitu mengusapnya), tetapi rukun tersebut tidak perlu dicium. Setelah melakukan istilaam, disunnahkan untuk mencium tangannya (walau sebagian ulama tidak menganjurkan mencium tangan dalam hal ini).

 

Hadits #748

748- وَعَنْهُ قَالَ: أَمَرَهُمْ اَلنَّبِيُّ ( { أَنْ يَرْمُلُوا ثَلَاثَةَ أَشْوَاطٍ وَيَمْشُوا أَرْبَعًا, مَا بَيْنَ اَلرُّكْنَيْنِ } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ (961) .

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Mereka diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar melakukan raml di tiga putaran pertama dan berjalan biasa di empat putaran berikutnya, antara dua rukun (rukun Yamani dan Hajar Aswad). (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 1602 dan Muslim, no. 1266]

 

Faedah hadits

  1. Hadits ini menunjukkan disyariatkannya raml di tiga putara pertama dari thawaf ketika baru datang ke Makkah, kecuali antara rukun Yamani dan Hajar Aswad hanya diperintahkan untuk berjalan biasa. Tujuan jalan biasa adalah dalam rangka bersikap lemah lembut. Raml itu menunjukkan menampakkan kekuatan dan keberanian.
  2. Raml adalah berjalan cepat tanpa menjauhkan langkah.
  3. Yang disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas bahwa pada rukun Yamani ke Hajar Aswad hanya jalan biasa, itu MANSUKH (hukumnya dihapus). Yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas adalah ketika umrah qadha’, yaitu pada tahun 7 H sebelum penaklukkan kota Makkah. Sedangkan hadits yang menghapus adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan raml ketika haji Wada’ pada seluruh dari tiga putaran pertama, termasuk antara rukun Yamani dan Hajar Aswad. Ini yang datang belakangan. Ibnu ‘Umar juga meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan raml dari Hajar Aswad ke Hajar Aswad sebanyak tiga kali dan berjalan biasa empat kali berikutnya.
  4. Raml disunnahkan dilakukan pada thawaf yang diakhiri dengan sai, sebagaimana pendapat al-ashah (terkuat). Berarti raml ada pada thawaf qudum, thawaf ifadhah, tidak ada pada thawaf wada’. Jika tidak bisa melakukan raml pada tiga putaran pertama tidak perlu diganti pada empat putaran berikutnya. Yang disunnahkan pada empat putaran terakhir adalah berjalan biasa (al-masyi). Jika tidak mungkin melakukan raml karena padat, maka cukup berjalan dengan sifat raml. Pendapat lainnya menyatakan bahwa raml hanya ada pada thawaf qudum, yaitu thawaf kedatangan di Makkah, sehingga tidak ada raml dalam thawaf ifadhah.
  5. Kalau tidak bisa melakukan raml ketika dekat dengan Kabah karena saking padatnya, maka bisa menjauh dari Kabah dan tetap melakukan raml. Melakukan raml berarti mendapatkan keutamaan hay’at ibadah dengan sendirinya. Sedangkan dekat Kabah hanyalah mendapatkan keutamaan tempat. Kaidahnya adalah keutamaan yang berkaitan dengan hay’at ibadah (aktivitas ibadah) lebih diutamakan daripada keutamaan terkait tempat.
  6. Raml dan sa’i (berjalan cepat saat sai antara lampu hijau Shafa – Marwah) tidaklah disyariatkan untuk wanita.
  7. Jika ada pria yang meninggalkan raml ketika dianjurkan baginya, maka tidak ada kena denda apa-apa.

 

Hadits #749

وَعَنْهُ قَالَ: { لَمْ أَرَ رَسُولَ اَللَّهِ ( يَسْتَلِمُ مِنْ اَلْبَيْتِ غَيْرَ اَلرُّكْنَيْنِ اَلْيَمَانِيَيْنِ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyentuh bagian Ka’bah kecuali dua rukun di arah Yaman (rukun Yamani dan Hajar Aswad).” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 1269]

 

Faedah hadits

Pertama: Pojok Kabah ada empat:

  1. Hajar Aswad di Selatan Timur
  2. Rukun Yamani di Selatan Barat
  3. Rukun Iraqi di Utara Timur
  4. Rukun Syami di Utara Barat

Hajar Aswad

– istilaam (menyentuh dengan tangan) dan mencium, jika jauh cukup dengan isyarat

– Istilaam dan isyarat dengan mengucapkan Allahu Akbar.

Rukun Yamani

– istilaam, tanpa isyarat dari jauh

– Tanpa takbir

Dari hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menyentuh rukun Yamani dan rukun Aswad akan menghapuskan dosa.” (HR. Ahmad, 9:442, sanad hadits ini sahih).

 

Kedua: Rukun Syami dan Iraqi tidaklah disentuh (istilaam) karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menyentuhnya. Karena kedua rukun (sudut) ini bukanlah pondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Orang Quraisy dahulu membangun Kabah mengalami kekurangan dana, sehingga bagian Al-Hijr (Hijr Ismail) dirobohkan.

Ketiga: Sunnah itu ada dua: (1) sunnah yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, (2) sunnah yang ditinggalkan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Jika ada sebab melakukan suatu perbuatan di masa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, tetapi beliau tidaklah melakukannya, hal itu menunjukkan bahwa sunnahnya adalah meninggalkannya.

Keempat: Tiang-tiang Kabah dan dinding Kabah tak perlu disentuh dan diusap kecuali dua rukun Yamaniyaan, yaitu Hajar Aswad dan Rukun Yamani.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Yang hanya dianjurkan diusap adalah dua rukun Yamani, yaitu Hajar Aswad dan Rukun Yamani, sedangkan dua rukun Syam dan Iraqi (rukun Syamiyayni) tak perlu diusap. Karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengusap Hajar Aswad dan Rukun Yamani secara khusus, dua rukun inilah yang jadi pondasi awal yang dibangun oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Sedangkan dua rukun Syami (rukun Syami dan Iraqi) itu masuk dalam Kabah. Adapun sisi Kabah lainnya dan maqam Ibrahim tak perlu diusap. Begitu pula rumah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tidak perlu diusap, juga diicium. Hal ini disepakati oleh para ulama.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 5:289)

Ibnul Qayyim rahimahullah sampai mengatakan, “Tidak ada tempat di muka bumi ini yang dianjurkan untuk dicium dan diusap, sampai menghapuskan kesalahan selain Hajar Aswad dan Rukun Yamani.” (Zaad Al-Ma’ad, 1:48)

Kelima: Hendaklah membuka dengan istilaam saat thawaf dengan mengucapkan takbir. Dalam hadits Ibnu ‘Abbas disebutkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan thawaf di atas unta. Ketika beliau sampai di rukun (Hajar Aswad), beliau berisyarat padanya di sisinya, dan beliau bertakbir.” (HR. Bukhari, no. 1530)

 

Hadits #750

وَعَنْ عُمَرَ ( { أَنَّهُ قَبَّلَ اَلْحَجَرَ [ اَلْأَسْوَدَ ] فَقَالَ: إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ, وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ ( يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ 

Dari ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, ia pernah mencium Hajar Aswad dan berkata, “Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau hanyalah batu yang tidak bisa mendatangkan mudarat dan tidak bisa memberikan manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.” (Muttafaqun ‘alaih)  [HR. Bukhari, no. 1957 dan Muslim, no. 1270]

 

Faedah hadits

  1. Hadits ini jadi dalil boleh mencium hajar Aswad saat thawaf.
  2. Mencium Hajar Aswad bukan berarti khawatir kalau batu tersebut bisa mendatangkan bahaya, atau mendatangkan manfaat, semuanya hanyalah mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk ibadah kepada Allah.
  3. Umar benar-benar mencontohkan bagaimanakah hamba yang bertauhid.
  4. Tugas kita sebagai umat Islam hanyalah pasrah pada tuntunan syariat.

 

Hadits #751

وَعَنْ أَبِي اَلطُّفَيْلِ ( قَالَ: { رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ ( يَطُوفُ بِالْبَيْتِ وَيَسْتَلِمُ اَلرُّكْنَ بِمِحْجَنٍ مَعَهُ, وَيُقْبِّلُ اَلْمِحْجَنَ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ 

Dari Abu Ath-Thufail radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berthawaf di Ka’bah, beliau menyentuh Hajar Aswad dengan tongkat yang dibawanya, dan mencium tongkat tersebut.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 1257]

 

Faedah hadits

  1. Disunnahkan melakukan istilaam pada Hajar Aswad dengan tongkat, jika tidak dapat dilakukan dengan tangan, selama tidak menyakiti yang lain.
  2. Urutan yang dilakukan terhadap hajar Aswad: (a) menciumnya, (b) istilaam (mengusap atau menyentuhnya), (c) berisyarat padanya.

 

Referensi:

  • Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 5:283-289.
  • Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah. Cetakan pertama, Tahun 1443 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Musthafa Az-Zuhaily. Penerbit Maktabah Daar Al-Bayan. 2:647-652.

 

 

Diselesaikan di Hotel Maya Palace Makkah Al-Mukarramah, 8 Dzulhijjah 1444 H, 25 Juni 2023

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/37069-seputar-thawaf-sunnah-raml-serta-hukum-mengusap-hajar-aswad-dan-rukun-yamani.html